PEMANFAATAN GEOMORFOLOGI UNTUK PERTANIAN
Geomorfologi
adalah bagian dari ilmu kebumian yang mempelajari susunan bentuk lahanpermukaan
bumi melalui telaah mendalam atas karakteristik morfologi permukaan, material
penyusun, dan proses-proses yang membentuk dan mengubah konfigurasi morfologi
permukaan. Geomorfologi dengan kata lain mempelajari interaksi yang kompleks
antara morfologi permukaan lahan, material, dan proses-proses yang bekerja
padanya yang menghasilkan satuan-satuan bentuk lahan penyusun permukaan bumi.
Pengamatan satuan-satuan bentuklahan tidak terbatas pada kawasan yang luas dan makro,
namun juga dapat mencakup kawasan yang sempit dan mikro. Karakterisisasi morfologi
bentuklahan secara makro mungkin hanya mencakup aspek sudut lerang saja, namun
secara mikro dapat mencakup berbagai aspek lereng yang lain seperti: panjang,
sudut, aransemen, komposisi. Karakterisisasi material dan proses juga bersifat
multi-hirarkis kedetilannya mengikuti luas kawasan kajian
Kajian
geomorfologi memberikan informasi proses yang terjadi masa lampau melalui
telaah morfologi permukaan lahan dan material khususnya material dasar. Kajian
geomorfologi-tanah memberikan informasi yang lebih detil atas proses-proses
yang terjadi pada masa lampau melalui telaah mendalam morfologi permukaan lahan
mikro dan material tanah yang menyelimuti permukaan lahan. Berbagai proses pada
masa lampau yang telah membentuk satuan bentulahan saat ini dapat dimaknai sebagai
informasi penting untuk memperkirakan proses-proses yang saat ini berlangsung
dan yang akan berlangsung di masa yang akan datang. Proses-proses alami yang
telah membentuk dan akan mengubah satuan bentuklahan dari waktu ke waktu dapat
dimaknai sebagai informasi akan adanya ancaman bencana alam sehingga perlu
tindakan antisipasi. Kajian geomorfologi tanah berpotensi untuk menghasilkan
informasi yang diperlukan dalam perencanaan pemanfaatan sumberdaya lahan secara
lestari.
Klasifikasi satuan geomorfologi maupun satuan
bentuklahan tidak lain adalah usaha menggolongkan bentuk-bentuk yang terdapat
di permukaan bumi atas dasar karakteritik yang dimiliki oleh masing-masing
golongan (Danang Endarto, 2007). Peranan satuan bentuklahan berperan memiliki
aspek saling ketergantungan dan saling berhubungan keberadaan dan prosesnya.
Bentuklahan itu sendiri memberikan batasan sebagai kenampakan medan yang
dibentuk oleh proses-proses alami yang mempunyai karakteristik fisikal dan
visual dimanapun bentuk lahan itu dijumpai (Zuidam, 1979 dalam Imanuson, 2008).
Pada saat ini geomorfologi telah menjadi ilmu terapan.
Terapannya dalam berbagai bidang muncul secara bertahap dan dianggap penting
untuk berbagai tujuan. Salah satu terapan geomorfologi adalah perencanaan dan
pengembangan pedesaan bidang pertanian, kehutanan yang berkaitan dengan
penggunaan lahan melalui evaluasi lahan (Adhitya, 2008). Peranan geomorfologi
dalam evaluasi lahan merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Fungsi evaluasi lahan untuk memberikan pengertian tentang
hubungan antara kondisi lahan dan penggunaanya serta memberikan pada perencana
sebagai manfaat dan alternatif penggunaan lahan yang diharapkan akan berhasil.
Salah satu manfaat dari bagian ilmu geomorfologi sebagai evaluasi kesesuaian
lahan (Adhitya, 2008)
Aspek utama yang digunakan dalam pendekatan
geomorfologi adalah bentuklahan yang telah banyak digunakan sebagai dasar
analisis untuk kajian terapan seperti kemampuan lahan dan kesesuaian lahan
untuk menentukan daerah yang rentan terhadap bencana alam seperti banjir dan
tanah longsor. Setiap bentuk lahan dapat dibagi menjadi satuan yang lebih
sempit yang disebut satuan lahan dengan unsur pembeda dan penciri adalah
bentuklahan, jenis tanah, lereng dan penggunaan lahan (Imanuson, 2008)
Karakteristik lahan erat kaitannya untuk keperluan
evaluasi lahan dapat dikelompokan ke dalam 3 faktor utama, yaitu topografi,
tanah dan iklim. Karakteristik lahan tersebut merupakan unsur pembentuk satuan
peta tanah. Data lengkap yang diperoleh dari survei atau penelitian tanah dilapangan maka
dapat dibuat kelas kesesuaian lahan (Ritung, 2007).
a. Topografi
Topografi
yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan adalah lereng. Lereng adalah
kenampakan permukaan alam pada bagian yang miring atau sisi yang landai pada
sebuah gunung, pegunungan atau perbukitan (Sujatmiko, 2014). Kemiringan lereng
sangat diperlukan bagi pengolahan lahan seperti pengelolaan hutan karena
mempengaruhi besarnya erosi dan aliran permukaan (Jamulya dan Sunarto, 1996).
Ketinggian
tempat diukur dari permukaan laut sebagai titik nol yang secara umum dibedakan antara dataran rendah
(<700 m dpl) dan dataran tinggi (>700 m dpl). Kesesuaian tanaman dalam
ketinggian tempat berkaitan erat dengan temperatur. Semakin tinggi tempat
diatas permukaan laut maka temperatur semakin menurun (Ritung, 2007). Udara
yang bebas bergerak akan turun temparaturnya pada umumnya 1ºC untuk setiap
seratus meter naik di atas permukaan laut, untuk Pulau Jawa penurunan ini
rata-rata 0,61ºC dimana t adalah temperatur dalam derajat celcius (Jamulya dan
Sunarto, 1996).
b. Iklim
Dua komponen
iklim yang paling berpengaruh adalah temperatur dan curah hujan. Temperatur
yang rendah mempengaruhi jenis dan pertumbuhan tanaman. Di daerah tropis yang
paling mempengaruhi udara adalah ketinggian letak suatu permukaan dipermukaan
laut (Jamulya dan Sunarto, 1996).
Data curah
hujan diperoleh dari hasil pengukuran stasiun penakar hujan yang ditempatkan
pada suatu lokasi yang dianggap dapat mewakili suatu wilayah tertentu.
Penilaian kesesuaian lahan biasanya dinyatakan dalam jumlah curah hujan
tahunan, jumlah bulan kering, dan jumlah bulan basah (Ritung, 2007). Kriteria
menurut Schmidt dan Ferguson 1951 sering digunakan untuk penilaian tanaman
tahunan yang mengelompokan wilayah berdasarkan jumlah bulan basah dan jumlah
bulan kering. Bulan basah adalah bulan yang mempunyai curah hujan (>100 mm)
dan bulan kering mempunyai curah hujan (<60 mm).
c. Tanah
Faktor tanah
dalam evaluasi lahan ditentukan oleh beberapa sifat atau karakteristik tanah
diantaranya darainase tanah, tekstur, kedalaman tanah, dan retensi hara (pH),
serta beberapa sifat lainnya yaitu erosi dan banjir (Ritung, 2007).
1.
Drainase
Tanah
Parameter
kondisi drainase tanah perlu dicatat dalam kiatannya untuk penentuan baik
kemampuan maupun kesesuaian lahan karena mempunyai pengaruh yang besar terhadap
pertumbuhan tanaman. Drainase tanah menunjukan kecepatan meresapnya air dari
tanah atau kedalaman tanah yang menunjukan lamanya dan seringnya jenuh air
(Sastrohartono, 2011). Kondisi drainase buruk dicirikan oleh adanya
bercak-bercak (motling) diprofil
tanah. Makin banyak bercak dan makin dekat posisinya ke permukaan, maka kondisi
drainasenya makin buruk (Wahyuningrum dkk, 2015).
2.
Tekstur
Tekstur tanah
adalah satu faktor yang penting yang mempengaruhi kapasitas tanah untuk menahan
air tanah serta berbagai sifat fisik dan kimia tanah lainnya (Jamulya dan
Sunarto, 1996). Tekstur tanah adalah sifat fisik tanah yang memiliki komposisi
partikel tanah yang halus dengan diameter kurang dari 2 mm yaitu pasir, debu,
dan liat. Tekstur dapat ditentukan di lapangan secara langsung (kualitatif) atau berdasarkan data hasil
analisis di laboratorium (kuantitatif)
menggunakan segitiga tekstur (Ritung, 2007).
3.
Solum
tanah
Solum tanah
adalah kedalaman yang baik bagi pertumbuhan akar tanaman sampai pada
lapisan yang keras dan tidak dapat
ditembus oleh akar tanaman yang dapat
mengganggu atau membatasi perakaran, baik tanaman pangan maupun tanaman
tahunan. Lapisan tersebut berupa lapisan padas keras, padas liat dan padas
rapuh atau lapisan phlintite (Jamulya
dan Sunarto, 1996). Kedalaman efektif mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
akar, drainase dan sifat fisik tanah (Aditiyas, tt).
4.
Kemasaman
tanah
Kemasaman
tanah ditentukan atas dasar pH tanah pada kedalam 0- 20 cm dan 20-50 cm, kelas
pH tanah (Sastrohartono, 2011). Keasaman
tanah yang dinyatakan dalam Eksponen
Hidrogen (pH) merupakan aspek kimia tanah yang tetap diperlukan dalam
kaitannya dengan pengelolaan lahan. Hal ini disebabkan karena pengaruh pH yang
sangat besar terhadap kesesuaian lahan dan pertumbuhan tanaman (Wahyuningrum, 2015).
5.
Tingkat
bahaya erosi
Erosi yang
dibahas adalah erosi yang disebabkan oleh air. Tingkat bahaya erosi dapat
diprediksi berdasarkan kondisi lapangan dengan memperhatikan adanya erosi,
seperti erosi lembar permukaan, erosi alur, dan erosi parit (Sastrohartono,
2011). Erosi merupakan pembatas utama dari penggunaan lahan, pada umumnya erosi
tanah banyak terjadi di lahan miring daripada di lahan yang datar (Wahyuninrum,
2015).
6.
Bahaya
Banjir
Banjir
ditetapkan sebagai kombinasi pengaruh dari kedalaman banjir dan lamanya banjir.
Kedua data tersebut dapat diperoleh melalui wawancara dengan penduduk setempat
dilapangan (Sastrohartono, 2011). Banjir dan genangan sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan tanaman. Genangan yang terlalu lama dapat meyebabkan
kerusakan tanaman berakibat matinya tanaman (Adhitya, 2008).
7.
Salinitas
Salinitas
yaitu besarnya keracunan tanah yang dinyatakan dalam kandungan garam larut atau
tingkat kadar garam terlarut dalam air atau tanah (Adhitya, 2008).
8.
Batuan
Permukaan
Batuan adalah
setiap bahan yang mengandung mineral yang merupakan bagian dari kerak bumi yang
terdiri atas batuan beku, batuan sedimen dan matuan malihan atau metamorf.
Batuan permukaan adalah batuan yang tersebar diatas permukaan tanah (Adhitya,
2008).
9.
Singkapan
batuan
Singkapan
batuan adalah batuan yang terlihat terungkap atau terlihat dipermukaan tanah.
Batuan yang dimaksud merupakan bagaian dari batuan besar yang terbenam didalam
tanah (Adhitya, 2008)