Thursday, October 3, 2019

LAPORAN PRAKTIKUM GEOMORFOLOGI


LAPORAN PRAKTIKUM

GEOMORFOLOGI DAN KLASIFIKASI TANAH







Khansa Satya Angsari
17025010133

SEMESTER : V
GOLONGAN : A2






LABORATORIUM SUMBER DAYA LAHAN
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
2019





BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Geomorfologi merupakan studi yang mempelajari bentuk lahan dan proses yang mempengaruhinya serta menyelidiki hubungan timbal balik antara bentuklahan dan proses-proses itu dalam susunan keruangan (Verstappen,1983). Proses geomorfologi adalah perubahan-perubahan baik secara fisik maupun kimiawi yang mengakibatkan modifikasi permukaan bumi (Thornbury, 1970). Bentuklahan mengalami perubahan secara dinamis mengalami proses perubahan salama proses geomorfologi bekerja pada bentuklahan tersebut. Tenaga yang bekerja disebut denagan tenaga geomorfologi yaitu semua media alami yang mampu mengikis dan mengangkut material di permukaan bumi seperti air menagalir, air tanah, gletser, angin, penyinaran oleh matahari.
Peta kontur adalah peta yang menunjukan lokasi titik yang sama tinggi yang digambarkan dalam garis khayal atau garis kotur. Peta kontur berfungsi salah satunya adalah untuk menggambarkan relief muka bumi. Adanya peta kontur tersebut dapat diketahui lereng yang ada di topografi tersebut sehingga dapat dianalisis untuk mengetahui bentang alam tersebut yang dapat dijadikan suatu potensi untuk mengetahui kesesuaian bentang alam tersebut dengan suatu lingkungan seperti hutan lindung, lahan pertanian budidaya, lahan hutan industri, perkotaan, jalan, dan lain sebagainya. 
Oleh karena itu, dilakukanlah praktikum ini untuk dapat mendiskripsikan, menganalisis dan menginterpretasikan tentang bentang alam tersebut dan pengaplikasiannya topografi tersebut.

1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum geomorfologi adalah:
1.    Mengenal Peta topografi, garis kontur, sifat garis kontur, pola kontur, kemiringan lereng, panjang lereng, dan bentuk lereng.
2.    Mampu membuat peta topografi berdasarkan data titik-titik ketinggian
3.    Mampu membuat peta kontur dengan menggunakan software komputer secara mandiri.
4.    Mampu membuat interpretasi bentuk bentang alam berdasarkan peta topografi
5.    Mampu membuat deskripsi satuan geomorfologi kualitatif dan kuantitatif berdasarkan analisis peta topografi.
6.    Mampu mengaplikasikan pemanfataan analisis peta topografi.

1.3 Manfaat Praktikum
Manfaat dari praktikum geomorfologi adalah:
1.    Mahasiswa mampu mengenal Peta topografi, garis kontur, sifat garis kontur, pola kontur, kemiringan lereng, panjang lereng, dan bentuk lereng.
2.    Mahasiswa mampu membuat peta topografi berdasarkan data titik-titik ketinggian
3.    Mahasiswa mampu membuat peta kontur dengan menggunakan software komputer secara mandiri.
4.    Mahasiswa mampu membuat interpretasi bentuk bentang alam berdasarkan peta topografi
5.    Mahasiswa mampu membuat deskripsi satuan geomorfologi kualitatif dan kuantitatif berdasarkan analisis peta topografi.
6.    Mahasiswa mampu mengaplikasikan pemanfataan analisis peta topografi.







BAB II
METODE
2.1.  Waktu dan Tempat

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 19 September 2019 - 26 September 2019 pukul 13.00 - 14.50 WIB di Laboratorium Sumber Daya Lahan Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2.2.  Alat dan Bahan

1. Personal Computer  
2. Software Surfer v.15
3. Lembar peta plot titik ketinggian
4. Pensil teknis
5. Penggaris


2.3.  Metode pelaksanaan

1.    Memploting ketinggian secara manual mmenggunakan software Surfer v.15.
2.    Menampilkan hasil plot titik ketinggian dan membandingkan dengan lembar deskripsi peta titik ketinggian.
3.    Menampilkan peta kontur, peta kontur 3D, gambar medan 3D, gambar penampang U-T dan penampang B-T. 
4.    Mengklasifikasi hubungan antara hubungan kelas sudut lereng dengan penggunaan lahan.
5.    Membuat narasi tentang pemanfaatan lahan pada satuan geomorfologi tersebut.



BAB III
HASIL PENGAMATAN



Gambar 1. Ploting titik ketinggian



Gambar 2.  Ploting koordinat dan nilai titik ketinggian

Gambar 3. Peta kontur dan titik-titik ketinggian



Gambar 4. Diagram 3D arah barat-selatan




Gambar 5. Diagram 3D dari arah timur-utara



Gambar 6.  Diagram 3D Wireframe barat-selatan





Gambar 7. Garis penampang utara – selatan



Gambar 8. Profile penampang utara – selatan



Gambar 9. Garis penampang barat – timur





Gambar 10. Profile penampang barat - timur


Friday, September 27, 2019

PEMANFAATAN GEOMORFOLOGI UNTUK PERTANIAN



PEMANFAATAN GEOMORFOLOGI UNTUK PERTANIAN

Geomorfologi adalah bagian dari ilmu kebumian yang mempelajari susunan bentuk lahanpermukaan bumi melalui telaah mendalam atas karakteristik morfologi permukaan, material penyusun, dan proses-proses yang membentuk dan mengubah konfigurasi morfologi permukaan. Geomorfologi dengan kata lain mempelajari interaksi yang kompleks antara morfologi permukaan lahan, material, dan proses-proses yang bekerja padanya yang menghasilkan satuan-satuan bentuk lahan penyusun permukaan bumi. Pengamatan satuan-satuan bentuklahan tidak terbatas pada kawasan yang luas dan makro, namun juga dapat mencakup kawasan yang sempit dan mikro. Karakterisisasi morfologi bentuklahan secara makro mungkin hanya mencakup aspek sudut lerang saja, namun secara mikro dapat mencakup berbagai aspek lereng yang lain seperti: panjang, sudut, aransemen, komposisi. Karakterisisasi material dan proses juga bersifat multi-hirarkis kedetilannya mengikuti luas kawasan kajian
Kajian geomorfologi memberikan informasi proses yang terjadi masa lampau melalui telaah morfologi permukaan lahan dan material khususnya material dasar. Kajian geomorfologi-tanah memberikan informasi yang lebih detil atas proses-proses yang terjadi pada masa lampau melalui telaah mendalam morfologi permukaan lahan mikro dan material tanah yang menyelimuti permukaan lahan. Berbagai proses pada masa lampau yang telah membentuk satuan bentulahan saat ini dapat dimaknai sebagai informasi penting untuk memperkirakan proses-proses yang saat ini berlangsung dan yang akan berlangsung di masa yang akan datang. Proses-proses alami yang telah membentuk dan akan mengubah satuan bentuklahan dari waktu ke waktu dapat dimaknai sebagai informasi akan adanya ancaman bencana alam sehingga perlu tindakan antisipasi. Kajian geomorfologi tanah berpotensi untuk menghasilkan informasi yang diperlukan dalam perencanaan pemanfaatan sumberdaya lahan secara lestari.
Klasifikasi satuan geomorfologi maupun satuan bentuklahan tidak lain adalah usaha menggolongkan bentuk-bentuk yang terdapat di permukaan bumi atas dasar karakteritik yang dimiliki oleh masing-masing golongan (Danang Endarto, 2007). Peranan satuan bentuklahan berperan memiliki aspek saling ketergantungan dan saling berhubungan keberadaan dan prosesnya. Bentuklahan itu sendiri memberikan batasan sebagai kenampakan medan yang dibentuk oleh proses-proses alami yang mempunyai karakteristik fisikal dan visual dimanapun bentuk lahan itu dijumpai (Zuidam, 1979 dalam Imanuson, 2008).
Pada saat ini geomorfologi telah menjadi ilmu terapan. Terapannya dalam berbagai bidang muncul secara bertahap dan dianggap penting untuk berbagai tujuan. Salah satu terapan geomorfologi adalah perencanaan dan pengembangan pedesaan bidang pertanian, kehutanan yang berkaitan dengan penggunaan lahan melalui evaluasi lahan (Adhitya, 2008). Peranan geomorfologi dalam evaluasi lahan merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Fungsi evaluasi lahan untuk memberikan pengertian tentang hubungan antara kondisi lahan dan penggunaanya serta memberikan pada perencana sebagai manfaat dan alternatif penggunaan lahan yang diharapkan akan berhasil. Salah satu manfaat dari bagian ilmu geomorfologi sebagai evaluasi kesesuaian lahan (Adhitya, 2008)
Aspek utama yang digunakan dalam pendekatan geomorfologi adalah bentuklahan yang telah banyak digunakan sebagai dasar analisis untuk kajian terapan seperti kemampuan lahan dan kesesuaian lahan untuk menentukan daerah yang rentan terhadap bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Setiap bentuk lahan dapat dibagi menjadi satuan yang lebih sempit yang disebut satuan lahan dengan unsur pembeda dan penciri adalah bentuklahan, jenis tanah, lereng dan penggunaan lahan (Imanuson, 2008)
Karakteristik lahan erat kaitannya untuk keperluan evaluasi lahan dapat dikelompokan ke dalam 3 faktor utama, yaitu topografi, tanah dan iklim. Karakteristik lahan tersebut merupakan unsur pembentuk satuan peta tanah. Data lengkap yang diperoleh dari survei atau penelitian tanah dilapangan maka dapat dibuat kelas kesesuaian lahan (Ritung, 2007).
a.  Topografi
Topografi yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan adalah lereng. Lereng adalah kenampakan permukaan alam pada bagian yang miring atau sisi yang landai pada sebuah gunung, pegunungan atau perbukitan (Sujatmiko, 2014). Kemiringan lereng sangat diperlukan bagi pengolahan lahan seperti pengelolaan hutan karena mempengaruhi besarnya erosi dan aliran permukaan (Jamulya dan Sunarto, 1996).
Ketinggian tempat diukur dari permukaan laut sebagai titik nol yang  secara umum dibedakan antara dataran rendah (<700 m dpl) dan dataran tinggi (>700 m dpl). Kesesuaian tanaman dalam ketinggian tempat berkaitan erat dengan temperatur. Semakin tinggi tempat diatas permukaan laut maka temperatur semakin menurun (Ritung, 2007). Udara yang bebas bergerak akan turun temparaturnya pada umumnya 1ºC untuk setiap seratus meter naik di atas permukaan laut, untuk Pulau Jawa penurunan ini rata-rata 0,61ºC dimana t adalah temperatur dalam derajat celcius (Jamulya dan Sunarto, 1996).
b.  Iklim
Dua komponen iklim yang paling berpengaruh adalah temperatur dan curah hujan. Temperatur yang rendah mempengaruhi jenis dan pertumbuhan tanaman. Di daerah tropis yang paling mempengaruhi udara adalah ketinggian letak suatu permukaan dipermukaan laut (Jamulya dan Sunarto, 1996).
Data curah hujan diperoleh dari hasil pengukuran stasiun penakar hujan yang ditempatkan pada suatu lokasi yang dianggap dapat mewakili suatu wilayah tertentu. Penilaian kesesuaian lahan biasanya dinyatakan dalam jumlah curah hujan tahunan, jumlah bulan kering, dan jumlah bulan basah (Ritung, 2007). Kriteria menurut Schmidt dan Ferguson 1951 sering digunakan untuk penilaian tanaman tahunan yang mengelompokan wilayah berdasarkan jumlah bulan basah dan jumlah bulan kering. Bulan basah adalah bulan yang mempunyai curah hujan (>100 mm) dan bulan kering mempunyai curah hujan (<60 mm).
c.  Tanah
Faktor tanah dalam evaluasi lahan ditentukan oleh beberapa sifat atau karakteristik tanah diantaranya darainase tanah, tekstur, kedalaman tanah, dan retensi hara (pH), serta beberapa sifat lainnya yaitu erosi dan banjir (Ritung, 2007).
1.   Drainase Tanah
Parameter kondisi drainase tanah perlu dicatat dalam kiatannya untuk penentuan baik kemampuan maupun kesesuaian lahan karena mempunyai pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan tanaman. Drainase tanah menunjukan kecepatan meresapnya air dari tanah atau kedalaman tanah yang menunjukan lamanya dan seringnya jenuh air (Sastrohartono, 2011). Kondisi drainase buruk dicirikan oleh adanya bercak-bercak (motling) diprofil tanah. Makin banyak bercak dan makin dekat posisinya ke permukaan, maka kondisi drainasenya makin buruk (Wahyuningrum dkk, 2015).
2.   Tekstur
Tekstur tanah adalah satu faktor yang penting yang mempengaruhi kapasitas tanah untuk menahan air tanah serta berbagai sifat fisik dan kimia tanah lainnya (Jamulya dan Sunarto, 1996). Tekstur tanah adalah sifat fisik tanah yang memiliki komposisi partikel tanah yang halus dengan diameter kurang dari 2 mm yaitu pasir, debu, dan liat. Tekstur dapat ditentukan di lapangan secara langsung (kualitatif) atau berdasarkan data hasil analisis di laboratorium (kuantitatif) menggunakan segitiga tekstur (Ritung, 2007).
3.   Solum tanah
Solum tanah adalah kedalaman yang baik bagi pertumbuhan akar tanaman sampai pada lapisan  yang keras dan tidak dapat ditembus oleh  akar tanaman yang dapat mengganggu atau membatasi perakaran, baik tanaman pangan maupun tanaman tahunan. Lapisan tersebut berupa lapisan padas keras, padas liat dan padas rapuh atau lapisan phlintite (Jamulya dan Sunarto, 1996). Kedalaman efektif mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan akar, drainase dan sifat fisik tanah (Aditiyas, tt).
4.   Kemasaman tanah
Kemasaman tanah ditentukan atas dasar pH tanah pada kedalam 0- 20 cm dan 20-50 cm, kelas pH tanah (Sastrohartono, 2011).  Keasaman tanah yang dinyatakan dalam Eksponen Hidrogen (pH) merupakan aspek kimia tanah yang tetap diperlukan dalam kaitannya dengan pengelolaan lahan. Hal ini disebabkan karena pengaruh pH yang sangat besar terhadap kesesuaian lahan dan pertumbuhan tanaman (Wahyuningrum, 2015).
5.   Tingkat bahaya erosi
Erosi yang dibahas adalah erosi yang disebabkan oleh air. Tingkat bahaya erosi dapat diprediksi berdasarkan kondisi lapangan dengan memperhatikan adanya erosi, seperti erosi lembar permukaan, erosi alur, dan erosi parit (Sastrohartono, 2011). Erosi merupakan pembatas utama dari penggunaan lahan, pada umumnya erosi tanah banyak terjadi di lahan miring daripada di lahan yang datar (Wahyuninrum, 2015).
6.   Bahaya Banjir
Banjir ditetapkan sebagai kombinasi pengaruh dari kedalaman banjir dan lamanya banjir. Kedua data tersebut dapat diperoleh melalui wawancara dengan penduduk setempat dilapangan (Sastrohartono, 2011). Banjir dan genangan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Genangan yang terlalu lama dapat meyebabkan kerusakan tanaman berakibat matinya tanaman (Adhitya, 2008).
7.   Salinitas
Salinitas yaitu besarnya keracunan tanah yang dinyatakan dalam kandungan garam larut atau tingkat kadar garam terlarut dalam air atau tanah (Adhitya, 2008).
8.   Batuan Permukaan
Batuan adalah setiap bahan yang mengandung mineral yang merupakan bagian dari kerak bumi yang terdiri atas batuan beku, batuan sedimen dan matuan malihan atau metamorf. Batuan permukaan adalah batuan yang tersebar diatas permukaan tanah (Adhitya, 2008).
9.   Singkapan batuan
Singkapan batuan adalah batuan yang terlihat terungkap atau terlihat dipermukaan tanah. Batuan yang dimaksud merupakan bagaian dari batuan besar yang terbenam didalam tanah (Adhitya, 2008)